Home / OPINI

Rabu, 18 Oktober 2023 - 21:49 WIB

Cendekiawan dan Dialog

Ketua FKUB Provinsi Banten H AM Romly

Ketua FKUB Provinsi Banten H AM Romly

Oleh A.M.Romly

Para Cendekiawan di Kementerian Agama telah melakukan analisis permasalahan yang berkaitan dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama di Indonesia. Menurut mereka ada tujuh faktor penting yang mendukung realisasi peran pemerintah dan para Cendekiawan dalam memelihara kerukunan umat beragama ini.

Pertama, kerukunan umat beragama sesungguhnya terjadi di daerah, karena tidak ada sejengkal wilayah pun di negeri ini yang bukan merupakan bagian dari daerah.

Kedua, data demografis yang meletakkan umat Islam sebagai mayoritas itu sesungguhnya terjadi pada tingkat nasional dan di sejumlah daerah, sedangkan di sejumlah daerah lain adalah minoritas. Penyebaran penduduk pemeluk agama yang tidak merata ini menimbulkan suatu mekanisme keseimbangan yang mendorong Pemerintah dan pemerintah daerah untuk selalu mempertimbangkan keragaman ini dalam setiap kebijakannya, baik kebijakan tentang kehidupan beragama maupun kebijakan publik pada umumnya.

Ketiga, adanya kepercayaan dan pengetahuan bahwa agama-agama yang sekarang berkembang di Indonesia masuk dengan jalan damai melalui migrasi penduduk, perdagangan, tarekat-tarekat sufi, dan kegiatan dakwah atau misionari. Tidak pernah ada perang agama di Indonesia ini.

Kenyataan sejarah ini memperkuat pendapat bahwa hakekat ajaran agama-agama yang berkembang di Indonesia ini memang menghormati sesama pemeluk agama dan mendukung kerukunan antar umat beragama. Oleh karena itu, jika terjadi sesuatu yang menyimpang dari prinsip umum ini maka semua pihak akan segera duduk bersama mencari solusinya.

Keempat, adanya majlis-majlis agama di tingkat pusat; bahkan sebagiannya juga sampai ke daerah. Majlis-majlis ini merupakan mitra penting pemerintah, selain menjadi wahana penghubung di antara sesama majlis agama sendiri.

Kelima, kehadiran lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pemeliharaan, pengkajian dan advokasi tentang kerukunan umat beragama. Hasil kajian lembaga-lembaga ini amat penting untuk menyadarkan masyarakat dan pemerintah mengenai pentingnya upaya memelihara kerukunan umat beragama.

Keenam, hadirnya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang telah terbentuk di semua Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia. FKUB mempunyai tugas antara lain: melakukan deteksi dini dan pemetaan gangguan kerukunan umat beragama; meredam dan mencari solusi terhadap gangguan kerukunan umat beragama; dan mengidentifikasi serta merevitalisasi kearifan lokal yang dapat mendukung kerukunan umat beragama.

Ketujuh, adanya pranata dialog dan kerjasama antar agama yang telah dirintis oleh para tokoh agama, baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin ormas keagamaan atau pimpinan lembaga pendidikan. Tidak jarang upaya dialog ini telah membawa nama harum Indonesia di dunia internasional, khususnya dalam hal kerukunan umat beragama.

Baca juga  Pasar Banjar Asri Diresmikan, Permudah Jangkauan Warga Berbelanja

Gagasan Dialog

Setelah umat Katolik menyelenggarakan Konsili Vatikan II, ruang dialog terbuka lebar. Konsili Vatikan II, Secretariatus pro non-christianis Vatikan menerbitkan buku panduan dialog, yang berjudul (dalam Bahasa Perancis) Orientation pour un dialogue antre chistians et musulmans. Sri Paus Paulus II menyerukan hari perdamaian dalam rangka menyambut tahun baru 1968. Maulana Abul A’la Maudoodi dari kalangan Islam meyambut hangat dan antusias seruan Sri Paus Paulus VI tesebut.

Dari kalangan Kristen dan Islam, World Council of Churches dan Islamic Foundation di Leicester (Inggris) menyelenggarakan Konferensi tentang Dakwah Islam dan Missi Kristen.

Dari kalangan Hindu, Swami Vivekananda menggagas dan memperjuangkan parlemen agama sedunia. Dari kalangan Budha dan Islam, Ven Master Ching Kung Multicultural Society) bersama Gus Dur meresmikan Gong Perdamaian Dunia di kota Penglai Provinsi Shandong RRT bulan Desember 2004 dalam rangka multiculturalism.

Gerakan-gerakan ini merupakan upaya menggalang kerjasama dengan semangat persaudaraan dalam mewujudkan perdamaian dunia. Paradigma penaklukkan dunia Islam oleh Kristen dari Misi dan Zending diubah dengan membangun saling pengertian dan kerjasama yang setara. Doktrin keselamatan eksklusif, extra eclesiam nulla salus (tidak ada keselamatan di luar Gereja), diganti dengan pengakuan akan kemungkinan adanya keselamatan dalam agama di luar Kristen.

Dialog sebagai Hajat Bersama

Dalam melaksanakan perannya yang strategis, pemerintah dan kaum Cendekiawan di Majlis-Majlis Agama seyogyanya memelopori pertemuan sambung rasa secara berkala dalam bentuk dialog. Karena seiring perjalanan waktu dan perkembangan masyarakat yang semakin dinamis, sering terjadi letupan-letupan konflik yang bernuansa agama, sedangkan yang berbau etnis tidak pernah terjadi. Memang setiap agama mempunyai potensi perekat dan pemecah. Dengan kondisi masyarakat saat ini yang ditandai pengaruh informasi yang sangat deras disertai berbagai kepentingan non-agama dari berbagai pihak, potensi pemecah menjadi sangat rentan, sedangkan potensi perekatnya semakin melemah.

Untuk memperkuat potensi perekat diperlukan dialog-dialog yang intensif guna memperkuat paham kebhinekaan dan membangun kebersamaan untuk memelihara kerukunan umat beragama.

Baca juga  Kaum Cendekiawan, Siapa Mereka?

Dialog tersebut harus disertai pemahaman yang baik tentang keanekaragaman etnis, budaya dan agama. Dialog hendaknya diawali upaya pengembangan saling menghormati dan saling menghargai. Jadi tidak cukup pengakuan kemajemukan, tetapi harus disertai penghormatan terhadap perbedaan. Dengan kata lain tidak cukup memahami pluralisme tetapi juga harus mengembangkan pemahaman multikulturalisme.

Dalam dialog ini ada suasana saling menyumbang, bukan saling mengevaluasi. Pada tataran sosiologis, dalam dialog ini dibicarakan situasi konkrit, hidup bersama untuk membangun kesejahteraan semuanya.

Pada tataran teologis, dialog bukanlah hubungan asimilasi atau substitusi atau konversi, melainkan hubungan saling menyuburkan atau saling mengantar kepada pendalaman pengalaman iman masing-maasing. Tujuan dialog ialah untuk membangun kerjasama kemasyarakatan dan menemukan kedalaman pengalaman iman dalam komunitas-komunitas religius yang berbeda-beda.

Dapat pula dikatakan bahwa dialog merupakan sharing pengalaman iman. Pada akhirnya, dalam dialog hendaknya dicari solusi bagaimana mengatasi dan meredam potensi pemecah dan mempromosikan potensi perekat.

Dialog hendaknya tidak hanya dilaksanakan di ruang tertutup, dalam bentuk tukar informasi dan pandangan saja. Harus ada langkah-langkah yang ditempuh.

Pertama, diselenggarakan dialog karya, seperti memberikan pelayanan kepda masyarakat bersama-sama. Di sini kaum Cendekiawan dan para Pemimpin Majlis semua Agama harus kompak. Misalnya dalam bidang kesehatan umum dan mencerdaskan masyarakat.

Kedua, memberi pemahaman kepada umat bahwa pengetahuan agama tidak dibatasi tembok-tembok rumah ibadat, tetapi harus dibawa keluar. Dengan kata lain pengetahuan tentang ajaran-ajaran agama harus diamalkan dalam mata kehidupan kemasyarakatan.

Dalam buku A Study of Religion, Swami Vivekananda mengatakan bahwa orang mempelajari kitab suci hanya untuk memahami ajaran agama semata, tanpa diamalkan dalam kehidupan sehari-haris guna menolong sesama makhluk adalah ibarat keledai yang membawa beban gula demikian berat, tetapi tidak tahu rasa manisnya. (He who studies books only for religion, reminds one of the fable of the ass which caries of a heavy load af sugar on its back, but did not know the sweetness of it). Jadi ajaran kitab suci harus kita pahami, kita hayati dan kita amalkan.***
Penulis, Ketua FKUB Provinsi Banten

SHARE:

Share :

Baca Juga

OPINI

Pemikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang Demokrasi
Founder SDQ Amirul Mukminin Fadlullah

OPINI

Pancagatra Sekolah Al Qur’an Amirul Mukminin

BANTEN

Belajar dari Kasus Kekerasan Bank Keliling di Pandeglang

OPINI

RSB, Ikhtiar BAZNAS Banten Membangun Klinik Tanpa Kasir

OPINI

Cendekiawan dan Konflik

OPINI

Cendekiawan dan Toleransi

OPINI

Cendekiawan dan Moderasi Beragama

OPINI

Cendekiawan dan Kerukunan